JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) kini menekankan kualitas dalam setiap pencatatan saham emiten baru.
Langkah ini sejalan dengan target IPO yang relatif konservatif, yakni sebanyak 50 emiten baru pada 2026. Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyatakan, target pencatatan efek baru tahun ini mencapai 555 efek, meningkat dari sebelumnya sekitar 400 efek. Sementara jumlah IPO diturunkan menjadi 45 perusahaan dari proyeksi awal 66 perusahaan. “Target pencatatan saham tahun ini 45, tahun depan kami targetnya 50 IPO saham,” ungkap Iman.
Langkah selektif ini bertujuan menjaga integritas dan kualitas perusahaan yang masuk bursa. BEI juga menyoroti pentingnya IPO Lighthouse, dengan enam perusahaan dijadwalkan masuk kategori tersebut tahun depan. Fokus tidak hanya pada kuantitas, tetapi juga fundamental dan transparansi calon emiten.
Prioritas Kualitas IPO Mengungguli Kuantitas
Pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy, menilai target IPO BEI cukup realistis. Menurutnya, BEI menempatkan prioritas pada kualitas fundamental emiten ketimbang sekadar jumlah IPO. “Jumlah IPO sebanyak 50 perusahaan mungkin realistis, apalagi jika BEI lebih memprioritaskan kualitas daripada kuantitas,” jelas Budi.
Selain fokus pada IPO, BEI juga harus memperkuat perlindungan investor. Tantangan yang harus dihadapi antara lain praktik manipulatif seperti saham gorengan serta kerentanan terhadap peretasan IT. Budi menambahkan, langkah perbaikan ini penting agar pasar modal menjadi lebih aman dan investor kecil terlindungi.
Respons Terhadap Ultimatum Pemerintah
Langkah pengetatan aturan di Bursa juga merupakan respons atas komentar Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa. Purbaya menekankan bahwa insentif pemerintah bagi pasar modal baru dapat diberikan jika perilaku investor di lantai bursa telah tertata. “Tadi Direktur Bursa juga minta insentif terus yang belum saya kasih. Jadi, saya bilang akan saya berikan insentif kalau sudah merapikan perilaku investor di pasar modal,” ujar Purbaya.
Kondisi ini menunjukkan sinergi antara regulator pasar dan pemerintah untuk menciptakan ekosistem pasar yang sehat. Dengan pengendalian saham gorengan dan praktik manipulatif lainnya, investor mendapat perlindungan lebih optimal, terutama investor ritel yang lebih rentan terhadap fluktuasi pasar.
Regulasi Baru untuk Calon Emiten dan Likuiditas Pasar
I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, menekankan peningkatan aturan untuk calon emiten. Fokus utama adalah memastikan saham yang ditawarkan memiliki ukuran memadai dan free float cukup. Dengan begitu, likuiditas pasar terjaga dan harga saham yang terbentuk mencerminkan transaksi wajar.
“Dari calon perusahaan tercatat, kami pastikan size-nya sizeable, free float-nya cukup. Artinya, dari jumlah saham yang akan ditransaksikan di publik, kami harapkan cukup, sehingga likuiditasnya dapat terjaga. Dengan begitu, harga yang terbentuk dan transaksi yang dibentuk akan wajar,” tegas Nyoman.
Langkah-langkah ini juga diharapkan dapat meminimalisasi gejolak pasar dan memberikan kepastian kepada investor dalam melakukan keputusan investasi. Selain itu, BEI terus memantau kondisi eksternal, termasuk fluktuasi harga emas dan dinamika global, yang berpotensi memengaruhi pergerakan modal di pasar saham domestik.
Dengan strategi selektif yang diterapkan, BEI menekankan kombinasi antara pertumbuhan pasar yang berkelanjutan dan perlindungan investor. Target IPO yang konservatif tidak sekadar membatasi jumlah emiten, tetapi memastikan perusahaan tercatat memiliki fundamental kuat, likuiditas memadai, dan transaksi pasar yang transparan.
 
                    
 
             
                   
                   
                   
                   
                   
                   
                
             
                
            