JAKARTA - Kementerian Perindustrian kembali mempertegas komitmennya dalam memperluas akses pasar bagi Industri Kecil dan Menengah, khususnya sektor pangan.
Langkah ini diarahkan agar IKM mampu terhubung langsung dengan jaringan ritel modern dan industri besar secara berkelanjutan.
Pendekatan tersebut dilakukan melalui penguatan kolaborasi lintas pemangku kepentingan yang berperan dalam rantai pasok nasional. Salah satu mitra strategis yang digandeng adalah Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia atau Hippindo.
Kolaborasi ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah mendorong transformasi IKM dari sekadar produsen lokal menjadi pemain yang mampu memenuhi standar pasar modern. Dengan akses pasar yang lebih terbuka, IKM diharapkan dapat naik kelas.
Kolaborasi Pemerintah dan Ritel Modern
Melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka, Kemenperin memfasilitasi kemitraan langsung antara IKM dan pelaku ritel. Bentuk konkret dari inisiatif ini diwujudkan dalam kegiatan Temu Bisnis sektor IKM pangan dan barang gunaan bersama Hippindo.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pentingnya kepastian pasar bagi keberlangsungan IKM. Upaya ini juga sejalan dengan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia dan Gerakan Beli Produk Dalam Negeri.
“Ini bagian dari gerakan mendorong penggunaan produk dalam negeri, serta meningkatkan kapasitas dan daya saing IKM sehingga mampu naik kelas dan memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan industri nasional,” ungkap Menperin dalam rilis Rabu (17/12/2025).
Kemenperin menilai IKM sebagai tulang punggung industri nasional yang membutuhkan ekosistem kuat dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pembinaan tidak hanya berhenti pada produksi, tetapi juga menyentuh akses pasar dan kemitraan strategis.
Penguatan IKM Lewat Program Berkelanjutan
Berbagai program pembinaan telah dijalankan Direktorat Jenderal IKMA untuk meningkatkan daya saing IKM. Program tersebut mencakup promosi melalui pameran dalam negeri, pemanfaatan marketplace lokal dan global, serta kemitraan dengan industri besar.
Direktur Jenderal IKMA Kemenperin, Reni Yanita, menjelaskan bahwa Business Matching merupakan instrumen penting dalam memperkuat kemitraan. Kegiatan ini juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Undang-undang tersebut menekankan pembangunan industri yang berkeadilan, inklusif, dan berpihak pada penguatan industri kecil. Selain itu, kemitraan yang dibangun harus saling menguntungkan dalam rantai pasok nasional.
Pada pelaksanaan tahun ini, sebanyak 53 IKM pangan dilibatkan sebagai peserta Business Matching dengan Hippindo. Pemilihan sektor pangan didasarkan pada kontribusinya yang signifikan terhadap Industri Pengolahan Non-Migas.
Industri pangan menyumbang 37,87% nilai tambah IPNM atau 7,08% dari total PDB nasional pada triwulan III-2025. Dari sisi jumlah usaha, IKM pangan mencapai 2,07 juta unit dan menyerap 4,56 juta tenaga kerja.
Potensi Besar dan Tantangan Kemitraan
Reni menambahkan bahwa kolaborasi Kemenperin dan Hippindo bukan kali pertama dilakukan. Pada tahun sebelumnya, Business Matching juga digelar untuk sektor pangan dan furnitur dengan hasil yang menjanjikan.
“Kegiatan tersebut menghasilkan nilai transaksi potensial lebih dari Rp 40 miliar, disertai beragam tindak lanjut seperti permintaan sampel, uji produk, negosiasi harga, hingga permohonan white label,” kata Reni.
Meski demikian, tantangan masih dihadapi dalam pelaksanaan kemitraan. Beberapa IKM mengalami kendala administratif, penyesuaian margin dengan skema ritel, serta kebutuhan penyesuaian kemasan.
Tantangan tersebut menjadi bahan evaluasi bagi Ditjen IKMA untuk memperkuat sistem pembinaan. Pendampingan teknis, kesiapan legal, serta peningkatan kualitas kemasan dan proses produksi terus didorong.
“Sebagai tindak lanjut, Ditjen IKMA dan Hippindo telah menyepakati penguatan pembinaan, mulai dari pendampingan hingga kurasi IKM yang lebih tepat sasaran,” ungkap Reni.
Ritel Modern sebagai Gerbang Pasar IKM
Sektor ritel dinilai memiliki peran strategis sebagai penghubung produsen dan konsumen. Data Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia mencatat Indeks Penjualan Riil tumbuh 5,8% pada September 2025.
Pertumbuhan tersebut didorong kelompok makanan, minuman, tembakau, serta perlengkapan rumah tangga. Kondisi ini diperkuat oleh kelas menengah dan generasi muda yang semakin berpihak pada produk lokal.
“Kondisi tersebut menjadikan ritel modern sebagai jalur penting bagi IKM untuk memperluas pasar,” tambah Reni.
Pemerintah juga telah mengatur penataan pusat perbelanjaan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021. Aturan ini mewajibkan kerja sama pasokan dengan UMKM dan alokasi ruang bagi produk dalam negeri.
Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menilai forum Business Matching memiliki peran strategis. “Melalui Temu Bisnis IKM ini, kami harap dapat menjadi tindak lanjut yang konkret,” tandas Budihardjo.